Sabtu, 16 Februari 2013

PONDOK PESANTREN DALAM MENUMBUH KEMBANGKAN KECERDASAN ESQ KADER BANGSA


PONDOK PESANTREN DALAM MENUMBUH KEMBANGKAN
 KECERDASAN ESQ KADER BANGSA
Oleh : Abdul Hafidz Muhammad*
Eksistensi pesantren ternyata sampai saat ini, ditengah-tengah deru modernisasi, pesantren tetap bisa bertahan (survive) dengan idetintasnya sendiri. Bahkan  Pesantren terus tumbuh dan berkembang di tanah air ini. Pertumbuhan pesantren yang semula tumbuh di pelosok-pelosok desa, saat ini bermunculan juga di kota-kota besar. Di samping banyak juga pendidikan umum (luar pesantren) yang mengadopsi sistem pendidikan pesantren dalam aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan pesantren seperti sistem asrama dengan menyebutnya (Boarding School), yang mana hal itu merupakan salah satu karakteristik dasar pendidikan pesantren.
Satu hal lagi yang menjadi keunggulan pesantren bahwa tidak sedikit pemimpin-pemimpin bangsa ini, baik ulama pengayom masyarakat, pemimpin yang duduk dalam pemerintahan maupun yang bukan, formal atau informal, besar maupun kecil, dilahirkan oleh pondok pesantren. Seperti Syekh Nawawi al-Banteni Rohmatullohi 'Alaihi, Syekh Mahfud Ath-turmusi Rohmatullohi 'Alaihi, KH. Muhammad Kholil Bangkalan Rohmatullohi 'Alaihi, KH. Muhammad Hasyim Asy’ari Rohmatullohi 'Alaihi, KH Abdul Wahid Hasyim Rohmatullohi 'Alaihi, KH. Abdurrahman Wahid Rohmatullohi 'Alaihi dan ulama’-ulama’ lainnya.
Kalau demikian adanya, tidak berlebihan jika kita mengakui bahwasannya pendidikan pesantren mampu menciptakan generasi berintregitas tinggi, bertanggung jawab atas ilmu yang diperolehnya, meminjam istilah pesantrennya “ berilmu amaliyah dan beramal ilmiyah”, yang sadar akan penciptaanya sebagai kholifah di bumi yang memiliki tugas untuk memakmurkan dan membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh yang menugaskan, yaitu Alloh Subhanahu Wa Ta'ala  Dengan cara tetap berada dalam koridor pengabdian kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, sehingga sejalan dengan tujuan penciptaanya yakni mengabdi, dengan menjadikan dan mengarahkan segala aktivitasnya Kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala.
Dari uraian di atas terbukti bahwa Pesantren dengan berbagai prestasinya mampu mengembangkan pendidikan karakter serta melahirkan  kader-kader bangsa yang memiliki kecerdasan Intilektual (IQ), Emosional (EQ) dan Spiritual (SQ) yang tinggi .
Dalam dekade sepuluh tahun terakhir ini, di Indonesia hususnya, dikejutkan dengan adanya istilah ESQ training. Istilah asing yang diperkenalkan oleh  Dr.H.C. Ary Ginanjar Agustian dengan meluncurkan dua buku karangannya yang berjudul “ESQ (Emotional Spiritual Quotient) Rahasia Membangun Kecerdasan Emosional & Spiritual (The ESQ way 165 ) 1 Ihsan, 6 rukun Iman & 5 Rukun Islam” pada bulan Mei 2001 dan “ESQ Power”, “best seller”. Pada bulan maret 2003.
Hal itu dikarenakan konsep  ESQ training,  mendapat respon  positif  masyarakat luas dari berbagai golongan. mulai dari para pelajar, mahasiswa, pejabat, pengusaha eksekutif hingga tokoh-tokoh organisasi besar seperti NU dan Muhammaddiyah, dikarenakan konsep kecerdasan ESQ tersebut dianggap sebagai strategi Up To Date dalam membentuk  kader bangsa yang memiliki kecerdasan Intelektual, Emotional dan Spiritual yang tinggi seperti halnya pesantren.
Dengan demikian, bisakah konsep ESQ sebagai suatu teori baru ditumbuh kembangkan di dunia pesantren, mengingat dalam satu sisi konsep Teori ESQ Ary Ginanjar tidak bertentangan dengan syariat bahkan ESQ training adalah sebuah traning yang berusaha menyadarkan ummat manusia akan jati dirinya dan eksistansi tuhan.? Untuk itu penulis akan menjelaskan terlebih dahulu latar belakang the ESQ 165 ARy Ginanjar yang pada saat ini telah dilembagakan di Perusahaan ESQ Leadhership Center yang berpusat di Jakarta selatan, sebagai pusat trainer ESQ.
Mungkin istilah IQ (Intelektual Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient) tidak asing lagi di hati para pembaca. Namun yang perlu diketahui bahwa ketiga teori kecerdasan tersebut  yang pada dasarnya telah ada bersamaan dengan diciptakannya manusia, akan tetapi, proses penemuan teori tersebut tidaklah bersamaan.
Yang pertama IQ , teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Binet, Psikolog asal Prancis di awal abad 20. Teori ini mengatakan bahwa  manusia bisa sukses jika memilki IQ (kecerdasan intelektual) 100. Karena dengan mental yang kuat dalam memahami dan berpikir, manusia akan mampu menciptakan teknologi canggih seperti pesawat tempur, computer, internet  alat-alat transportasi modern dan lain sebagainya. Begitu juga dengan Intelektualnya ia dapat menemukan teori-teori scientific. Seperti, teori relativitas, teori pembedahan dalam ilmu kedokteran  dan lain sebagainya. Seperti penemu teori relativitas Albert Einsten (IQ 160), Sir Isaac Newton fisikawan (IQ 190) Napoleon Bonaparte Sang penakluk ( IQ 145).dan tokoh-tokoh besar lainnya. Ketiga tokoh di atas memiliki intilektual di atas jenius dengan nilai di atas 140.
Kemudian pada tahun 1994 teori kecerdasan EQ dikenalkan  Daniel Goleman dalam bukunya “Emotional Intelegence” . ,teori tersebut menyatakan bahwa IQ hanya menyumbangkan sekitar 6 %  -  20 % saja terhadap kesuksesan manusia.  Sehingga untuk itu manusia masih butuh mengembangkan kecerdasan yang kedua yaitu kecerdasan Emotional (EQ) yang terletak di otak  limbic system (pusat emosi). Kecerdasan EQ yaitu kecerdasan untuk merasakan  emosi dan realitas sosial serta kemampuan untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri, dan menata dengan baik emosi-emosi yang muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain. Sebagai contohnya mungkin ketika anda duduk di bangku SD memiliki seorang teman yang memiliki IQ tinggi sehinga sering meraih prestasi di sekolah anda, tapi apakah teman anda tersebut sekarang menjadi orang sukses dalam usahanya? Belum tentu, karena bisa jadi kecedasan EQ nya rendah. Mungkin juga anda tahu Konosuke Matsushita pendiri perusahaan panasonik , ia mendirikan perusahaan tersebut tanpa disertai modal pendidikan formal karena ia hanya lulusan SD, namun demikian  ia memiliki tingkat kecerdasan Emotional yang tinggi, sehingga ia menjadi orang sukses di jepang.
Selanjutnya teori  kecerdasan yang ke tiga adalah SQ. kecerdasan SQ ini ditemukan pada akhir abad ke 20, oleh V.S Ramachandran dari California University. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa di dalam cuping-cuping temporal otak manusia terdapat eksistensi God Spot (Titik Tuhan). Nah kecerdasan SQ inilah yang menurut Ary Ginanjar adalah kemampuan untuk memberi makna kehidupan dan makna spiritual terhadap  pemikiran, prilaku dan kegiatan sehari-hari, serta mampu mensinergikan IQ,EQ,SQ secara konperhensif, sehinga segala perbuatannya semata-mata hanya karena Allah. Ciri-ciri kecerdasan spiritual ini adalah senang berbuat baik, menolong, memiliki empati yang besar, mampu memaafkan tanpa syarat, mampu memilih kebahagiaan, mampu berpikir secara luas, memiliki selera humor dalam kehidupan dan merasa perlu berkontribusi dalam kehidupan manusia, yang semuanya ditujukan hanya kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala.
Adapun  teori yang paling mutakhir  dan paling baru yaitu ESQ (Emotional and Spiritual Quotient). ESQ adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Bapak Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya yang berjudul Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Emotional Spiritual Quotient) Berdasarkan 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Dengan mensinergikan antara kecerdasan IQ, EQ dan SQ . karena menurut Ary Ginanjar IQ dan EQ saja masih belum bisa menjadikan manusia sempurna. Karena IQ dan EQ hanya berorientasi pada materi semata sehingga tidak jarang kita menemukan orang sukses akan tetapi hatinya kering dan tidak bahagia.  Seperti contoh Direktur Hyundai perusahaan motor yang kaya raya tapi ia mengakhiri hidupnya dengan meloncat dari lantai 56, dan masih banyak contoh lainnya seperti generasi muda yang terjun ke dunia narkotika, menurut hasil penelitian, hal ini terjadi, dikarenakan  mereka tidak mampu memaknai hidup, akan kemana, serta untuk siapa ia hidup?. Dengan demikian manusia masih butuh pada satu kecerdasan satu lagi yaitu SQ sisi spiritualitas dalam hidupnya. Dengan demikian untuk meraih kesuksesan dan kebahagian yang haqiqi manusia harus mengoptimalkan ketiga kecerdasan tersebut secara sinergi dan tidak terpisah-pisah sehingga menjadi suatu system terpadu. Yang oleh ARy ginanjar diibaratkan dengan gerakan bulan(IQ) mengilingi bumi, bumi(EQ) mengelingi matahari dan matahari (SQ)  mengelilingi pusat galaksi.
Begitu juga keunikan dari ESQ 165 Ary Ginanjar Agustian, ESQ tersebut tidak hanya membahas hubungan vertical atara manusia dengan Tuhan, melainkan hubungan horisontal antara manusia dengan sesamanya . Karena, pada dasarnya manusia yang memiliki hubungan baik dengan Tuhan, sebenarnya dapat dipastikan memiliki hubungan  baik  pula dengan sesama manusia. Sebagai bentuk penggabungan dari kecerdasan IQ,EQ & SQ.
Kemudian langkah-langkah training ESQ yang diterapkan, dimulai dengan melakukan penjernihan emosi (zero mind process), membangun mental (mental building), membentuk ketangguhan pribadi (personal strength), sampai ke pembentukan ketangguhan sosial (social strength). Kemudian proses pengenalan suara hati (nilai dan keyakinan serta pengenalan terhadap Tuhan) yang semuanya didasarkan terhadap pemahaman asmaul husna.
Langkah-langkah di atas disampaikan dengan berbagai metode, mulai dari ceramah, diskusi interaktif, berbagi cerita, refleksi diri,menampilkan ayat-ayat alquran pada layar yang diringi dengan irama lagu dan berbagai macam games yang berhubungan dengan materi ESQ itu sendiri. Adapun temanya disesuaikan dengan tingkatan peserta yang mengikuti Training ESQ tersebut,  mulai dari Eksekutif, Professional, Kids, Reguler, hingga Mahasiswa.
Namun demikian training tersebut dititik tekankan terhadap pembinaan mental dan spiritual peserta training,  dengan kisi-kisi sebagai berikut (1) mengetahui dan menyadari jati dirinya sebagai makhluk tuhan yang sangat kecil dan hina, sehingga mengetahui pentingnya mendahulukan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala  dalam segala Aspek kehidupan, dan mengarahkan segala aktivitasnya hanya kepada-Nya, (2)  mengetahui dan menyadari jati dirinya sebagai makhluk social yang dituntut untuk saling menghormati dan memahami serta rasa saling melengakapi terhadap perbedaan-perbedaan yang ada sebagai makhluk Tuhan yang serng salah dan lupa, (3) mengetahui dan menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna serta memiliki potensi IQ,EQ, dan SQ yang akan menjadikannya sukses dan bahagia apabila dikembangkan dengan baik dan benar, (4) mengetahui dan memahami alam semesta yang maha luas sebagai karya Tuhan yang maha indah dan tak tertandingi, (5) mengenal jati diri Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallama sebagai makhluk paling mulia  dan sebaik-baik tauladan yang wajib dicintai dan diikuti, (6) mengenal jati diri kedua orang tua sebagai pahlawan yang paling mulia, sehingga penghormatan terhadapnya merupakan harga mati yang tak bisa ditawar lagi, dan durhaka kepadanya adalah pengkhianatan yang terlaknat,  (7) dapat termotivasi oleh  karakter  CEO  (badan  penyelidik  faktor-faktor yang menjadikan  orang  sukses di seluruh dunia). Yaitu jujur,  berpandangan jauh,  bisa memberi informasi, kompeten, adil, suka mendukung, berpandangan luas, cerdas, terus terang, berani, bisa diandalkan, bisa kerja sama, kretif berdaya imajinasi, peduli kepada orang lain, tegas, matang, berambisi, Loyal, mampu mengendalikan diri dan independent.

Peran pesantren terhadap kecerdasan ESQ Kader bangsa.
Dengan demikian, pembahasan yang terkait dengan ESQ  165 Ary Ginanjar di atas secara tidak langsung menjawab pertanyaan penulis pada awal artikel ini. Yakni bahwa ESQ 165 bisa ditumbuh kembangkan di dunia pesantren sebagai salah satu faktor pendukung dalam melahirkan kader bangsa yang memiliki keseimbangan kecerdasan IQ,EQ dan SQ., Sehingga menjadi manusia yang sempurna, sukses dalam menjalani hidup , mendapatkan kebahagian yang haqiqi, serta dapat membangun bangsa Indonesia sebagai Negara terkorup di Asia fasifik dan kelima besar di Dunia, menurut hasil survey Badan Independent.
Demikian juga, menurut hemat penulis bahwa pesantren adalah tempat paling tepat dalam mengembangkan kecerdasan ESQ kader bangsa, karena secara historis sejak zaman Wali Songo, utamanya pada zaman kolonialisme dan Imperilisme (awal Abad 15 M, hingga pertengahan abad ke 20), pesantren menjadi basis peningkatan spiritual dan pengkaderan ulama dan pejuang dalam melawan penjajah, sehingga pada saat itu terbentuk organisasi Hizbullah, PETA (Pejuang Tanah Air) yang anggotanya banyak terdiri dari kaum santri yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual tinggi. Seperti KH Muhammad Kholil Bangkalan Rohmatullohi 'Alaihi  (yang sampai pada tingkat Supra Natural), KH. Muhammad Hasyim Asy’ari Rohmatullohi 'Alaihi  (pendiri NU organisasi Islam terbesar di dunia ), KH Abdurrahman Wahid Rohmatullohi 'Alaihi (Presiden Indonesia ke-4 sekaligus manusia multidimensi) dan tokoh-tokoh lainnya.
Hal ini dikarenakan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan,pengkaderan dan lembaga swadaya masyarakat, tidak hanya mengembangkan konsep ESQ seperti yang dikembangkan oleh Ary Ginanjar, melainkan lebih dari itu. Dikarenakan secara historis konsep ESQ telah ada sejak zaman Rosulullah  Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama dan Al-Qur’an Al-Karim  sebagai panduannya. Hanya saja istilah tersebut baru dipopulerkan oleh Ary Ginanjar pada tahun 2001 yang lalu. Dengan demikian konsep ESQ  pada dasarnya telah lama dikembangkan di pondok pesantren dengan tanpa nama.
Hal ini dapat dibuktikan dengan system pendidikan yang diterapkan oleh pondok pesantren. Dalam hal peningkatan IQ misalnya di pesantren utamanya  pesantren modern diajarakan teori pernafasan,  senam santri, dan olah raga seperti bela diri. Hal ini menurut  para pakar ilmu psikologi dapat memperlancar sirkulasi darah dan oksigen menuju otak. Sehingga dapat menambah peningkatan kecerdasan IQ. Demikian juga di pesantren  diajarkan ilmu eksak dan logika, yang di pesantren salaf lebih dikenal dengan ilmu mantiq dan ushul. Bahkan di pondok pesantren modern, displin ilmu eksak, matematika, bahkan filsafat (bagi mahasiswa pesantren) juga diajarkan. Dimana disiplin-disiplin ilmu tersebut dijadikan materi tes IQ yang meliputi tiga belas kemampuan pokok, yaitu: pemahaman spasial, pemahaman visual, aritmatika, logika, pengetahuan umum, spelling (pengejaan), rote utilization (pengulangan), intuisi, memori jangka pendek, geometri, aljabar, vocabulary (kosakata), kecepatan menghitung. Dan juga salah satu hal yang membantu peningkatan IQ adalah menjaga postur tubuh agar tetap sehat. Sedangkan hal ini bukan hal yang tabu di pesantren karena di pesantren diajarkan materi thoharoh / bersesuci dan dituntut untuk selalu bersih lahir batin.
Kemudian dalam hal peningkatan kecerdasan EQ di pesantren santri dididik untuk hidup bersosial dan saling menghargai. Hal ini dapat dilihat bagaimana pesantren menerapkan nilai-nilai egaliter (kesamaan derajat), dengan tanpa membeda-bedakan keturunan, ras, dan  bahasa.  Demikian juga santri di asramakan di dalam satu komplek, dengan ini santri dapat belajar bagaimana cara berinteraksi yang baik dengan sesama teman, adik kelas, kakak kelas, ustadz, Kiayi, pengurus dan lain sebagainya. begitu juga di pesantren masih di ajarkan materi-materi akhlaq yang di  menjelaskan tata cara berinteraksi dengan Tuhan, kepada orang tua, menjamu tamu, keorganisasian dan lain sebagainya. Dengan demikian pendidikan pesantren sarat dengan pengembangan peningkatan kecerdasan emosional.
Selanjutnya, dalam hal meningkatkan kecerdasan Spiritual, pesantren mendidik santrinya agar mampu memanage waktunya dengan baik, hal ini diinspirasi oleh  kitab Bidayah karya Hujjatul Islam Imam Ghozali Rohmatullohi 'Alaihi  ulama’ besar  abad ke 12. Kitab tersebut menjelaskan tata cara membagi dan mengisi  waktu dengan ibadah-ibadah, baik ibadah mahdoh maupun ghoiru mahdloh, sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Kemudian dalam pesantren menuntut santrinya untuk aktif salat tahajjud yang menurut penelitian, salat tahajjud dapat meningkatkan SQ dengan cepat serta  jaminan kedudukan yang  tinggi di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta'ala. Kemudian di pesantren diajarakan ilmu tassawuf dengan kitab monumentalnya “al-Hikam” karya Syekh Muhammad Ibnu Ath-tho’illah Assakandari Rohmatullohi 'Alaihi Kitab sarat makna, yang berisi tips-tips menjalani kehidupan dalam  meraih RIdlo Ilahi. Dalam kitab tersebut dijelaskan juga makna zuhud, wara’, taubat, muhasabah, kesabaran, syukur dan tata-tata cara berjalan mengarungi samudra hakikat dan kewalian. Dengan demikian mungkin hal ini yang membedakan antara pembinaan ESQ di pesantren dan ESQ yang dikembangkan oleh DR. Ary Ginanjar Rohmatullohi 'Alaihi.
 Pembinaan mental dan spiritual (ESQ) di pesantren didasari oleh disiplin ilmu keagamaan yang baik yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara langsung dan berkesinambungan. Seperti  Solat jama’ah dan membaca kitab suci al-Qur’an. Sedangkan training yang dilakukan oleh Ari Ginanjar kalau boleh penulis kritik hanya bersifat motivatoris dan inspiratif. Dengan demikian boleh jadi orang yang mengikuti training tersebut tergugah untuk selalu berbuat baik dan ibadah kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, akan tetapi hal ini akan menjadi masalah baru apabila orang tersebut tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif. Sehingga dihawatirkan mereka akan beribadah dengan tanpa disertai ilmu yang benar, yang pada akhirnya bisa terjerumus kepada komunitas-komunitas teroris dan jaringan Islam fundamentalis, liberal bahkan aliran sesat yang disesatkan oleh syaitan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling tepat dalam menumbuh kembangkan kecerdasan ESQ kader bangsa. Bahkan pesantren telah mengembangkan konsep tersebut seiring bersamaan dengan munculnya pesantren di Nusantara.  Hanya saja metode dan strategi pengembangan serta peningkatanya sedikit berbeda dengan ESQ yang diterapkan oleh Dr Ary Ginanjar Agustian. Walaupun demikian proses pengembangan yang dilakukan di pesantren dan oleh pesantren adalah metode terbaik dibandingkan dengan metode  yang dikembangkan oleh Ary Ginanjar Agustian Rohmatullohi 'Alaihi. Wxalaupun demikian, menurut hemat penulis kecerdasan ESQ kader bangsa akan semakin cepat dan akurat,  jika konsep pengembangan ESQ yang dilakukan oleh pesantren digabungkan dengan konsep ESQ versi Ary Ginanjar agustian. Yang nantinya pesantren dijadikan pusat  pengembangan basis keilmuan eksak, sosial. Syariat, akhlak, aqidah, science dan tekhnologi  serta pembinaannya. Sedangkan ESQ Ary Ginanjar dijadikan sebagai penggugah dan pengingat akan ilmu-ilmu yang telah dipelajari yang mungkin masih belum meresap ke dalam hati para santri sebagai kader bangsa,tentunya dengan metode Ary Ginanjar yang telah penulis paparkan di atas. Wallahu a’lam
*Penulis adalah Abdul Hafidz Muhammad, Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo Konsentrasi Pendidikan Agama Islam.

  

Jumat, 15 Februari 2013

PELAJAR MUSLIM DALAM PUSARAN GELOMBANG GLOBALISASI




PELAJAR MUSLIM DALAM PUSARAN GELOMBANG GLOBALISASI
Bagaimanakah seharusnya sikap pelajar muslim di era globalisasi ini? Akan munculberaneka ragam jawaban atas pertanyaan ini sesuai dengan agama, kredibilitas keilmuan, latar belakang, pandangan hidup dan pedoman hidup si penjawab. Telah dimaklumi bersama bahwa pelajar muslim adalah pemburu ilmu pengetahuan yang beragama Islam dengan tanpa membedakan apakah mereka belajar di pesantren maupun  di luar pesantren.

Nah di era globalisasi yang ditandai dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan (science) dan teknologi ini, pelajar muslim harus turut berpartisipasi dan berperan aktif  dalam mewujudkan dunia yang aman, tentram, damai dan sejahtera. Begitu juga dalam upaya mengendalikan kemajuan tekhnologi yang semakin meresahkan masyarakat luas. Tidak dapat dipungkiri kemajuan teknologi di sela-sela keberhasilannya  dalam memberikan kemudahan-kemudahan terhadap kehidupan manusia. Teknologi juga telah banyak meresahkan dan membinasakan manusia.  Seperti peristiwa meledaknya bom atom di Hirozima dan Nagasaki yang menewaskan sekitar 90.000 manusia. Hancurnya Palestina akibat gempuran pesawat-pesawat tempur Super Sonik bangsa Zionis dan ledakan bom-bom lainya yang terjadi di berbagai belahan dunia. 
Begitu juga Isu kontemporer pemanasan global  yang membuat bumi kita semakin tak bersahabat. Hal ini juga disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin buas tak terkendali. Dan juga, termasuk dari dampak negatif ilmu pengetahuan (science) dan tekhnologi yang tak kalah mengerikan yaitu memudarnya moralitas dan budi pekerti masyarakat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kriminalitas dan pelanggaran asusila. Seperti korupsi, pembunuhan, perjudian, perampokan, pencurian, pemerkosaan, penyalahgunaan Narkotika, perzinaan, pencabulan, pembocoran soal ujian UAN dan lain sebagainya. Begitu juga ada juga manusia pemuja tekhnologi saat ini, semakin pandai bersandiwara dalam membungkus kejahatan dan kebusukan dirinya dengan kain-kain sutera halus yang diselempangkan di bahunya.
Atas dasar inilah pelajar muslim harus mulai berpikir dan berbuat yang positif agar teknologi yang pada dasarnya diharapkan dapat  mensejahterakan kehidupan manusia, tidak berubah bentuk menjadi pusaka yang akan membinasakan si Empunya laiknya  keris Empu Gandring dalam hikayat kerajaan Singosari.
Dengan demikian apa yang harus dilakukan oleh pelajar muslim untuk mensejahterakan kehidupan manusia khususnya ummat Islam sehingga mereka bahagia di dunia dan akhirat? Jawabnya adalah belajar dengan bersungguh-sungguh, mempertebal keimanan dan memperbaiki moralitas mereka. Karena bagaimanapun juga dalam menjalani kehidupan di dunia ini sangat membutuhkan ilmu, iman dan akhlaq yang baik. Lebih-lebih ketika mereka hendak melakukan perubahan-perubahan positif di tengah-tengah masyarakat.
Dengan jawaban ini disiplin ilmu apa saja yang harus dipelajari dan dikuasai oleh pelajar muslim? Dengan mengacu terhadap misi diturunkannya agama islam ke dunia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam, pelajar muslim pertama-tama harus mempelajari ilmu-ilmu yang sifatnya fardu Ain seperti ilmu Tauhid, Fiqih Ibadah, Akhlaq/tata krama dalam berhubungan dengan Allah maupun sesama makhluq, do’a-do’a keseharian yang telah diajarkan oleh nabi serta tata cara membaca al-Qur’an yang baik dan benar. Karena ilmu-ilmu tersebut merupakan bekal dan modal awal yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh umat Islam tanpa terkecuali.
Setelah itu pelajar muslim harus bersatu padu dalam mewujudkan kehidupan yang aman, tentram, damai dan sejahtera. Nah untuk mewujudkan itu semua,  pelajar muslim harus memahami kebutuhan-kebutuhan vital ummat manusia seperti keamanan, persatuan, kerukunan, keadilan , kesejahteraan hidup, ulama’ yang ikhlas, pemimpin yang jujur, adil dan bertanggung jawab, negara yang bersih dari KKN dan orang kaya yang dermawan . Begitu juga mereka harus mengetahui aspek-aspek kehidupan seperti agama, pendidikan, sosial, politik kenegaraan, budaya dan hukum. Dengan mengacu terhadap keterangan diatas maka pelajar muslim harus berbagi tugas dalam mempelajari disiplin keilmuan. Satu kelompok ada yang memperdalam ilmu-ilmu keagamaan yang sifatnya fardu kifayah dan bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an Al-Karim. Seperti ilmu Kalam/Usuluddin, Fiqih,Tasawwuf, Tafsir, Hadist, Usul Fiqh Qowaidul Fiqh serta Gramatika Bahasa Arab.
Di samping itu pelajar muslim yang lain ada yang memperdalam disiplin ilmu yang bersumber dari ayat-ayat Allah yang tertuang di alam semesta ini. Seperti ilmu Kedokteran, Biologi, Sosiologi, Astronomi, Mekanika, Fisika, Filsafat, Politik Kenegaraan, kepolisian, Bahasa-Bahasa Dunia, Sejarah, ilmu Hisab, Mantiq, Matematika, Keterampilan dan Kerajinan tangan, Kelautan, Komputerisasi dan lain sebagainya.
Akan tetapi yang perlu diingat bahwa belajar ilmu-ilmu tersebut sebaiknya dipelajari  setelah mereka menguasai dengan baik ilmu-ilmu yang sifatnya fardu ‘ain. Dan juga, hal itu harus dilakukan dalam rangka menjalankan perintah Alloh  Subhanahu Wa Ta'ala yaitu untuk mengemban kekholifahan  di muka bumi ini, yang semuanya dimuarakan untuk mencari ridlo Alloh Subhanahu Wa Ta'ala. Oleh karena itu, pelajar muslim harus bersatu padu dengan mengemban jobnya masing-masing sesuai dengan keahlian dan keilmuan yang mereka kuasai. Dengan kesadaran ini  insya Allohu Ta'ala problematika-problematika yang muncul, baik yang berkaitan dengan Agama, Kesehatan, Ekonomi, Sosial Kemasyarakatan, Kenegaraan, Teknologi dan keamanan, akan teratasi dengan mudah. Dengan demikian wibawa  Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan keadilan akan semakin diperhitungkan. Wallahu A’lam Bis Showab.

Penulis : Abdul Hafidz Muhammad, Mahasiswa PASCA SARJANA (Konsentrasi Pendidikan Agama Islam) Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo