KECERDASAN ESQ KADER BANGSA
Oleh : Abdul
Hafidz Muhammad*
Eksistensi
pesantren ternyata sampai saat ini, ditengah-tengah deru modernisasi, pesantren
tetap bisa bertahan (survive) dengan idetintasnya sendiri. Bahkan Pesantren terus tumbuh dan berkembang di tanah air ini. Pertumbuhan pesantren yang semula
tumbuh di pelosok-pelosok desa, saat ini bermunculan juga di kota-kota besar. Di samping
banyak juga pendidikan umum (luar pesantren) yang mengadopsi sistem pendidikan pesantren dalam
aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan pesantren seperti sistem asrama dengan menyebutnya (Boarding School),
yang mana hal itu merupakan salah satu karakteristik dasar pendidikan
pesantren.
Satu hal
lagi yang menjadi keunggulan pesantren bahwa tidak sedikit pemimpin-pemimpin
bangsa ini, baik ulama pengayom masyarakat, pemimpin yang duduk dalam pemerintahan maupun yang bukan,
formal atau informal, besar maupun kecil, dilahirkan oleh pondok pesantren. Seperti
Syekh Nawawi al-Banteni Rohmatullohi 'Alaihi, Syekh Mahfud Ath-turmusi Rohmatullohi 'Alaihi, KH. Muhammad Kholil Bangkalan Rohmatullohi 'Alaihi, KH. Muhammad Hasyim
Asy’ari Rohmatullohi 'Alaihi, KH Abdul Wahid Hasyim Rohmatullohi 'Alaihi, KH. Abdurrahman Wahid Rohmatullohi 'Alaihi dan ulama’-ulama’ lainnya.
Kalau
demikian adanya, tidak berlebihan jika kita mengakui bahwasannya pendidikan
pesantren mampu menciptakan generasi berintregitas tinggi, bertanggung jawab
atas ilmu yang diperolehnya, meminjam istilah pesantrennya “ berilmu
amaliyah dan beramal ilmiyah”, yang sadar akan penciptaanya sebagai
kholifah di bumi yang memiliki tugas untuk memakmurkan dan membangun bumi ini
sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh yang menugaskan, yaitu Alloh Subhanahu Wa Ta'ala Dengan
cara tetap berada dalam koridor pengabdian kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, sehingga sejalan
dengan tujuan penciptaanya yakni mengabdi, dengan menjadikan dan mengarahkan segala
aktivitasnya Kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala.
Dari
uraian di atas terbukti bahwa Pesantren dengan berbagai prestasinya mampu
mengembangkan pendidikan karakter serta melahirkan kader-kader bangsa yang memiliki kecerdasan Intilektual
(IQ), Emosional (EQ) dan Spiritual (SQ) yang tinggi .
Dalam dekade
sepuluh tahun terakhir ini, di Indonesia hususnya, dikejutkan dengan adanya
istilah ESQ training. Istilah asing yang diperkenalkan oleh Dr.H.C. Ary Ginanjar Agustian dengan
meluncurkan dua buku karangannya yang berjudul “ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) Rahasia Membangun Kecerdasan Emosional & Spiritual (The ESQ way
165 ) 1 Ihsan, 6 rukun Iman & 5 Rukun Islam” pada
bulan Mei 2001 dan “ESQ Power”, “best seller”. Pada bulan maret 2003.
Hal itu
dikarenakan konsep ESQ training, mendapat respon positif masyarakat luas dari berbagai golongan. mulai
dari para pelajar, mahasiswa, pejabat, pengusaha eksekutif hingga tokoh-tokoh
organisasi besar seperti NU dan Muhammaddiyah, dikarenakan konsep kecerdasan
ESQ tersebut dianggap sebagai strategi Up To Date dalam membentuk kader bangsa yang memiliki kecerdasan Intelektual,
Emotional dan Spiritual yang tinggi seperti halnya pesantren.
Dengan
demikian, bisakah konsep ESQ sebagai suatu teori baru ditumbuh kembangkan di
dunia pesantren, mengingat dalam satu sisi konsep Teori ESQ Ary Ginanjar tidak
bertentangan dengan syariat bahkan ESQ training adalah sebuah traning yang
berusaha menyadarkan ummat manusia akan jati dirinya dan eksistansi tuhan.?
Untuk itu penulis akan menjelaskan terlebih dahulu latar belakang the ESQ 165
ARy Ginanjar yang pada saat ini telah dilembagakan di Perusahaan ESQ
Leadhership Center yang berpusat di Jakarta selatan, sebagai pusat trainer ESQ.
Mungkin
istilah IQ (Intelektual Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual
Quotient) tidak asing lagi di hati para pembaca. Namun yang perlu diketahui
bahwa ketiga teori kecerdasan tersebut yang pada dasarnya telah ada bersamaan dengan diciptakannya
manusia, akan tetapi, proses penemuan teori tersebut tidaklah bersamaan.
Yang
pertama IQ , teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Binet, Psikolog
asal Prancis di awal abad 20. Teori ini mengatakan bahwa manusia bisa sukses jika memilki IQ
(kecerdasan intelektual) 100. Karena dengan mental yang kuat dalam memahami dan
berpikir, manusia akan mampu menciptakan teknologi canggih seperti pesawat
tempur, computer, internet alat-alat
transportasi modern dan lain sebagainya. Begitu juga dengan Intelektualnya ia
dapat menemukan teori-teori scientific. Seperti, teori relativitas, teori
pembedahan dalam ilmu kedokteran dan
lain sebagainya. Seperti penemu teori relativitas Albert Einsten (IQ 160), Sir
Isaac Newton fisikawan (IQ 190) Napoleon Bonaparte Sang penakluk ( IQ 145).dan
tokoh-tokoh besar lainnya. Ketiga tokoh di atas memiliki intilektual di atas
jenius dengan nilai di atas 140.
Kemudian
pada tahun 1994 teori kecerdasan EQ dikenalkan
Daniel Goleman dalam bukunya “Emotional Intelegence” . ,teori tersebut menyatakan
bahwa IQ hanya menyumbangkan sekitar 6 % - 20 % saja
terhadap kesuksesan manusia. Sehingga untuk
itu manusia masih butuh mengembangkan kecerdasan yang kedua yaitu kecerdasan
Emotional (EQ) yang terletak di otak
limbic system (pusat emosi). Kecerdasan EQ yaitu kecerdasan untuk
merasakan emosi dan realitas sosial
serta kemampuan untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang
lain, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri, dan menata dengan baik
emosi-emosi yang muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain. Sebagai
contohnya mungkin ketika anda duduk di bangku SD memiliki seorang teman yang
memiliki IQ tinggi sehinga sering meraih prestasi di sekolah anda, tapi apakah
teman anda tersebut sekarang menjadi orang sukses dalam usahanya? Belum tentu, karena
bisa jadi kecedasan EQ nya rendah. Mungkin juga anda tahu Konosuke
Matsushita pendiri perusahaan panasonik , ia mendirikan perusahaan tersebut
tanpa disertai modal pendidikan formal karena ia hanya lulusan SD, namun
demikian ia memiliki tingkat kecerdasan
Emotional yang tinggi, sehingga ia menjadi orang sukses di jepang.
Selanjutnya teori kecerdasan yang ke tiga adalah SQ. kecerdasan
SQ ini ditemukan pada akhir abad ke 20, oleh V.S Ramachandran dari California
University. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa di dalam cuping-cuping
temporal otak manusia terdapat eksistensi God Spot (Titik Tuhan). Nah
kecerdasan SQ inilah yang menurut Ary Ginanjar adalah kemampuan untuk memberi makna
kehidupan dan makna spiritual terhadap
pemikiran, prilaku dan kegiatan sehari-hari, serta mampu mensinergikan
IQ,EQ,SQ secara konperhensif, sehinga segala perbuatannya semata-mata hanya
karena Allah. Ciri-ciri kecerdasan spiritual ini adalah senang berbuat baik,
menolong, memiliki empati yang besar, mampu memaafkan tanpa syarat, mampu
memilih kebahagiaan, mampu berpikir secara luas, memiliki selera humor dalam
kehidupan dan merasa perlu berkontribusi dalam kehidupan manusia, yang semuanya
ditujukan hanya kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala.
Adapun teori
yang paling mutakhir dan paling baru yaitu
ESQ (Emotional and Spiritual Quotient). ESQ adalah sebuah teori yang
dikembangkan oleh Bapak Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya yang berjudul
Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Emotional
Spiritual Quotient) Berdasarkan 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Dengan
mensinergikan antara kecerdasan IQ, EQ dan SQ . karena menurut Ary Ginanjar IQ
dan EQ saja masih belum bisa menjadikan manusia sempurna. Karena IQ dan EQ
hanya berorientasi pada materi semata sehingga tidak jarang kita menemukan
orang sukses akan tetapi hatinya kering dan tidak bahagia. Seperti contoh Direktur Hyundai perusahaan motor
yang kaya raya tapi ia mengakhiri hidupnya dengan meloncat dari lantai 56, dan
masih banyak contoh lainnya seperti generasi muda yang terjun ke dunia
narkotika, menurut hasil penelitian, hal ini terjadi, dikarenakan mereka tidak mampu memaknai hidup, akan kemana,
serta untuk siapa ia hidup?. Dengan demikian manusia masih butuh pada satu kecerdasan
satu lagi yaitu SQ sisi spiritualitas dalam hidupnya. Dengan demikian untuk meraih
kesuksesan dan kebahagian yang haqiqi manusia harus mengoptimalkan ketiga
kecerdasan tersebut secara sinergi dan tidak terpisah-pisah sehingga menjadi
suatu system terpadu. Yang oleh ARy ginanjar diibaratkan dengan gerakan bulan(IQ)
mengilingi bumi, bumi(EQ) mengelingi matahari dan matahari (SQ) mengelilingi pusat galaksi.
Begitu juga keunikan dari ESQ 165 Ary Ginanjar
Agustian, ESQ tersebut tidak hanya membahas hubungan vertical atara manusia
dengan Tuhan, melainkan hubungan horisontal antara manusia dengan sesamanya . Karena,
pada dasarnya manusia yang memiliki hubungan baik dengan Tuhan, sebenarnya dapat
dipastikan memiliki hubungan baik pula dengan sesama manusia. Sebagai bentuk
penggabungan dari kecerdasan IQ,EQ & SQ.
Kemudian langkah-langkah training ESQ yang
diterapkan, dimulai dengan melakukan penjernihan emosi (zero mind process),
membangun mental (mental building), membentuk ketangguhan pribadi (personal
strength), sampai ke pembentukan ketangguhan sosial (social strength).
Kemudian proses pengenalan suara hati (nilai dan keyakinan serta pengenalan
terhadap Tuhan) yang semuanya didasarkan terhadap pemahaman asmaul husna.
Langkah-langkah di atas disampaikan dengan
berbagai metode, mulai dari ceramah, diskusi interaktif, berbagi cerita,
refleksi diri,menampilkan ayat-ayat alquran pada layar yang diringi dengan
irama lagu dan berbagai macam games yang berhubungan dengan materi ESQ itu
sendiri. Adapun temanya disesuaikan dengan tingkatan peserta yang mengikuti Training
ESQ tersebut, mulai dari Eksekutif,
Professional, Kids, Reguler, hingga Mahasiswa.
Namun
demikian training tersebut dititik tekankan terhadap pembinaan mental dan
spiritual peserta training, dengan
kisi-kisi sebagai berikut (1) mengetahui dan menyadari jati dirinya sebagai
makhluk tuhan yang sangat kecil dan hina, sehingga mengetahui pentingnya
mendahulukan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dalam segala Aspek
kehidupan, dan mengarahkan segala aktivitasnya hanya kepada-Nya, (2) mengetahui dan menyadari jati dirinya sebagai
makhluk social yang dituntut untuk saling menghormati dan memahami serta rasa saling
melengakapi terhadap perbedaan-perbedaan yang ada sebagai makhluk Tuhan yang
serng salah dan lupa, (3) mengetahui dan menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna serta memiliki potensi IQ,EQ, dan SQ yang akan
menjadikannya sukses dan bahagia apabila dikembangkan dengan baik dan benar, (4)
mengetahui dan memahami alam semesta yang maha luas sebagai karya Tuhan yang
maha indah dan tak tertandingi, (5) mengenal jati diri Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallama sebagai
makhluk paling mulia dan sebaik-baik
tauladan yang wajib dicintai dan diikuti, (6) mengenal jati diri kedua orang tua
sebagai pahlawan yang paling mulia, sehingga penghormatan terhadapnya merupakan
harga mati yang tak bisa ditawar lagi, dan durhaka kepadanya adalah
pengkhianatan yang terlaknat, (7) dapat termotivasi
oleh karakter CEO (badan
penyelidik faktor-faktor yang menjadikan orang sukses di seluruh dunia). Yaitu jujur, berpandangan jauh, bisa memberi informasi, kompeten, adil, suka
mendukung, berpandangan luas, cerdas, terus terang, berani, bisa diandalkan,
bisa kerja sama, kretif berdaya imajinasi, peduli kepada orang lain, tegas,
matang, berambisi, Loyal, mampu mengendalikan diri dan independent.
Peran pesantren terhadap kecerdasan ESQ Kader
bangsa.
Dengan
demikian, pembahasan yang terkait dengan ESQ
165 Ary Ginanjar di atas secara tidak langsung menjawab pertanyaan penulis
pada awal artikel ini. Yakni bahwa ESQ 165 bisa ditumbuh kembangkan di dunia
pesantren sebagai salah satu faktor pendukung dalam melahirkan kader bangsa
yang memiliki keseimbangan kecerdasan IQ,EQ dan SQ., Sehingga menjadi manusia
yang sempurna, sukses dalam menjalani hidup , mendapatkan kebahagian yang
haqiqi, serta dapat membangun bangsa Indonesia sebagai Negara terkorup di Asia
fasifik dan kelima besar di Dunia, menurut hasil survey Badan Independent.
Demikian
juga, menurut hemat penulis bahwa pesantren adalah tempat paling tepat dalam
mengembangkan kecerdasan ESQ kader bangsa, karena secara historis sejak zaman Wali
Songo, utamanya pada zaman kolonialisme dan Imperilisme (awal Abad 15 M, hingga
pertengahan abad ke 20), pesantren menjadi basis peningkatan spiritual dan
pengkaderan ulama dan pejuang dalam melawan penjajah, sehingga pada saat itu
terbentuk organisasi Hizbullah, PETA (Pejuang Tanah Air) yang anggotanya banyak
terdiri dari kaum santri yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual
tinggi. Seperti KH Muhammad Kholil Bangkalan Rohmatullohi 'Alaihi (yang sampai pada tingkat Supra Natural),
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari Rohmatullohi 'Alaihi (pendiri NU organisasi Islam terbesar di dunia ), KH
Abdurrahman Wahid Rohmatullohi 'Alaihi (Presiden Indonesia ke-4 sekaligus manusia multidimensi) dan tokoh-tokoh
lainnya.
Hal ini
dikarenakan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan,pengkaderan dan lembaga
swadaya masyarakat, tidak hanya mengembangkan konsep ESQ seperti yang
dikembangkan oleh Ary Ginanjar, melainkan lebih dari itu. Dikarenakan secara
historis konsep ESQ telah ada sejak zaman Rosulullah Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama dan Al-Qur’an Al-Karim sebagai
panduannya. Hanya saja istilah tersebut baru dipopulerkan oleh Ary Ginanjar
pada tahun 2001 yang lalu. Dengan demikian konsep ESQ pada dasarnya telah lama dikembangkan di
pondok pesantren dengan tanpa nama.
Hal ini
dapat dibuktikan dengan system pendidikan yang diterapkan oleh pondok
pesantren. Dalam hal peningkatan IQ misalnya di pesantren utamanya pesantren modern diajarakan teori pernafasan, senam santri, dan olah raga seperti bela diri.
Hal ini menurut para pakar ilmu
psikologi dapat memperlancar sirkulasi darah dan oksigen menuju otak. Sehingga dapat
menambah peningkatan kecerdasan IQ. Demikian juga di pesantren diajarkan ilmu eksak dan logika, yang di
pesantren salaf lebih dikenal dengan ilmu mantiq dan ushul. Bahkan di pondok
pesantren modern, displin ilmu eksak, matematika, bahkan filsafat (bagi
mahasiswa pesantren) juga diajarkan. Dimana disiplin-disiplin ilmu tersebut dijadikan
materi tes IQ yang meliputi tiga belas kemampuan pokok, yaitu: pemahaman
spasial, pemahaman visual, aritmatika, logika, pengetahuan umum, spelling
(pengejaan), rote utilization (pengulangan), intuisi, memori jangka pendek,
geometri, aljabar, vocabulary (kosakata), kecepatan menghitung. Dan juga salah satu
hal yang membantu peningkatan IQ adalah menjaga postur tubuh agar tetap sehat. Sedangkan
hal ini bukan hal yang tabu di pesantren karena di pesantren diajarkan materi
thoharoh / bersesuci dan dituntut untuk selalu bersih lahir batin.
Kemudian
dalam hal peningkatan kecerdasan EQ di pesantren santri dididik untuk hidup bersosial
dan saling menghargai. Hal ini dapat dilihat bagaimana pesantren menerapkan
nilai-nilai egaliter (kesamaan derajat), dengan tanpa membeda-bedakan
keturunan, ras, dan bahasa. Demikian juga santri di asramakan di dalam
satu komplek, dengan ini santri dapat belajar bagaimana cara berinteraksi yang
baik dengan sesama teman, adik kelas, kakak kelas, ustadz, Kiayi, pengurus dan
lain sebagainya. begitu juga di pesantren masih di ajarkan materi-materi akhlaq
yang di menjelaskan tata cara
berinteraksi dengan Tuhan, kepada orang tua, menjamu tamu, keorganisasian dan
lain sebagainya. Dengan demikian pendidikan pesantren sarat dengan pengembangan
peningkatan kecerdasan emosional.
Selanjutnya,
dalam hal meningkatkan kecerdasan Spiritual, pesantren mendidik santrinya agar
mampu memanage waktunya dengan baik, hal ini diinspirasi oleh kitab Bidayah karya Hujjatul Islam Imam Ghozali Rohmatullohi 'Alaihi ulama’ besar abad ke 12. Kitab tersebut
menjelaskan tata cara membagi dan mengisi
waktu dengan ibadah-ibadah, baik ibadah mahdoh maupun ghoiru
mahdloh, sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Kemudian dalam
pesantren menuntut santrinya untuk aktif salat tahajjud yang menurut penelitian,
salat tahajjud dapat meningkatkan SQ dengan cepat serta jaminan kedudukan yang tinggi di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta'ala. Kemudian
di pesantren diajarakan ilmu tassawuf dengan kitab monumentalnya “al-Hikam”
karya Syekh Muhammad Ibnu Ath-tho’illah Assakandari Rohmatullohi 'Alaihi Kitab sarat makna, yang berisi
tips-tips menjalani kehidupan dalam meraih RIdlo Ilahi. Dalam kitab tersebut
dijelaskan juga makna zuhud, wara’, taubat, muhasabah, kesabaran, syukur dan
tata-tata cara berjalan mengarungi samudra hakikat dan kewalian. Dengan
demikian mungkin hal ini yang membedakan antara pembinaan ESQ di pesantren dan
ESQ yang dikembangkan oleh DR. Ary Ginanjar Rohmatullohi 'Alaihi.
Pembinaan mental dan spiritual (ESQ) di
pesantren didasari oleh disiplin ilmu keagamaan yang baik yang kemudian
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara langsung dan berkesinambungan. Seperti Solat jama’ah dan membaca kitab suci
al-Qur’an. Sedangkan training yang dilakukan oleh Ari Ginanjar kalau boleh
penulis kritik hanya bersifat motivatoris dan inspiratif. Dengan demikian boleh
jadi orang yang mengikuti training tersebut tergugah untuk selalu berbuat baik
dan ibadah kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, akan tetapi hal ini akan menjadi masalah baru apabila
orang tersebut tidak memahami ajaran
Islam secara komprehensif. Sehingga dihawatirkan mereka akan beribadah dengan
tanpa disertai ilmu yang benar, yang pada akhirnya bisa terjerumus kepada
komunitas-komunitas teroris dan jaringan Islam fundamentalis, liberal bahkan aliran
sesat yang disesatkan oleh syaitan.
Akhirnya
dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling tepat
dalam menumbuh kembangkan kecerdasan ESQ kader bangsa. Bahkan pesantren telah
mengembangkan konsep tersebut seiring bersamaan dengan munculnya pesantren di Nusantara.
Hanya saja metode dan strategi
pengembangan serta peningkatanya sedikit berbeda dengan ESQ yang diterapkan
oleh Dr Ary Ginanjar Agustian. Walaupun demikian proses pengembangan yang dilakukan
di pesantren dan oleh pesantren adalah metode terbaik dibandingkan dengan metode
yang dikembangkan oleh Ary Ginanjar
Agustian Rohmatullohi 'Alaihi. Wxalaupun demikian, menurut hemat penulis kecerdasan ESQ kader bangsa
akan semakin cepat dan akurat, jika
konsep pengembangan ESQ yang dilakukan oleh pesantren digabungkan dengan konsep
ESQ versi Ary Ginanjar agustian. Yang nantinya pesantren dijadikan pusat pengembangan basis keilmuan eksak, sosial. Syariat,
akhlak, aqidah, science dan tekhnologi serta pembinaannya. Sedangkan ESQ Ary Ginanjar
dijadikan sebagai penggugah dan pengingat akan ilmu-ilmu yang telah dipelajari
yang mungkin masih belum meresap ke dalam hati para santri sebagai kader bangsa,tentunya
dengan metode Ary Ginanjar yang telah penulis paparkan di atas. Wallahu a’lam
*Penulis
adalah Abdul Hafidz Muhammad, Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Agama Islam Nurul
Jadid Paiton Probolinggo Konsentrasi Pendidikan Agama Islam.